Wednesday, December 15, 2010

Pangeran Diponegoro

Pangeran Diponegoro lahir pada 11 November 1785 di Yogyakartadan wafat di Makassar pada 8 Januari 1855, beliau adalah putra dari Raja Mataram Hamengkubuwana III dengan selirnya yang bernama R.A Mangkarawati. Pada masa kecil Pangeran Diponegoro bernama Raden Mas Ontowiryo. Pangeran Diponegoro pada masa hidupnya memiliki 3 orang istri, yaitu: Bendara Raden Ayu Antawirya, Raden Ayu Ratnaningsih, & Raden Ayu Ratnaningrum.
Ketertarikannya terhadap Agama dan sifatnya yang merakyat menyebabkan Pangeran Diponegoro lebih banyak menghabiskan masa pertumbuhannya di Tegalrejo bersama Eyang Buyut Putrinya yang tidak lain Permaisuri dari HB I Ratu Ageng. Beliau juga menolak pada saat ditunjuk oleh ayahnya untuk menjadi raja.
Perlawanan terhadap Belanda
Perlawanan Pangeran Diponegoro dimulai dari ketidak setujuannya atas campur tangan Residen Belanda dalam perwalian Hamengkubuana V (1822) yang pada waktu itu baru berusia 3 tahun dalam menjalankan pemerintahan seperti berbagai peraturan tata tertib yang dibuat oleh Pemerintah Belanda menurutnya sangat merendahkan martabat raja-raja Jawa., hal ini juga diperparah dengan tindakan Belanda yang memasang patok di tanah milik Pangeran Diponegoro di Tegalrejo dan perlakuan Belanda yang tidak menghiraukan adat istiadat yang berlaku juga mengeksploitasi rakyat hingga menderita.
Perlawanan pangeran Diponegoro didukung oleh rakyatnya sehingga selama perlawanan tersebut pihak Belanda mengalami kerugian yang besar baik itu para prajurit juga harta. Daerah perlawanan meluas hingga mencapai daerah Pacitan dan Kedu.Salah satu pengikut yang paling terkenal adalah Kyai Maja seorang tokoh agama yang berasal dari Surakarta. Markas dari Pangeran Diponegoro adalah Goa Selarong. Pangeran Diponegoro menyebut perlawanannya sebagai Perang Sabil.
Karena berbagai cara yang dilakukan oleh Belanda tidak pernah berhasil, maka permainan licik dan kotor pun dilakukan. Diponegoro diundang ke Magelang untuk berunding, dengan jaminan kalau tidak ada pun kesepakatan, Diponegoro boleh kembali ke tempatnya dengan aman. Diponegoro yang jujur dan berhati bersih, percaya atas niat baik yang diusulkan Belanda tersebut. Apa lacur, undangan perundingan tersebut rupanya sudah menjadi rencana busuk untuk menangkap pangeran ini. Dalam perundingan di Magelang tanggal 28 Maret 1830, beliau ditangkap dan dibuang ke Menado yang dikemudian hari dipindahkan lagi ke Makassar.

Setelah kurang lebih 25 tahun ditahan di Benteng Rotterdam, Ujungpandang, akhirnya pada tanggal 8 Januari 1855 beliau meninggal. Jenazahnya pun dimakamkan di sana. Beliau wafat sebagai pahlawan bangsa yang tidak pernah mau menyerah pada kejaliman manusia

0 comments:

  © Blogger template 'Minimalist H' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP